[One Shot] Magic Of Love

Filed under by karenagatha on 18.30

"Ini kisah tentang aku dan dia..

Tentang seorang Pesulap dan Penyanyi..

Hanyalah dia yang membuatku bahagia..

Hanyalah dia yang membuatku terharu..

Hanyalah dia yang membuatku menangis..

Karena dia, aku bisa berdiri sendiri..

Karena dia, aku merasakan jatuh cinta..

Karena ku cinta dia dengan sepenuh hatiku.."

Tittle : Magic of Love

Author : Karen Agatha

Length : One Shot

Rate : PG 13+ (Teen)

Created :29/04/10 - 20/05/10

Cast : Brandon Lomberg, Lenna Cyomberson, James [Cameo], Doctors [Cameo]

Disclaimer : I own Brandon, Lenna, James, and other cast. Everything that happens in this story is just fanfiction. If there is equality of names and events, is just a coincidence.


Magic of Love

Pagi, siang, sore, malam, ku terus bekerja menghibu orang banyak. Kadangkala, orang-orang bosan dengan pekerjaanku, kadang-kadang tidak. Hari-hariku terasa melelahkan karena terus bekerja tanpa henti. Namaku adalah Brandon Lomberg. Umurku 21 tahun, pekerjaanku magician atau pesulap. Banyak yang menanyakanku dan juga mengejekku karena aku sama sekali belum bepacaran. Aku lahir di kota London, Inggris, tetapi aku pindah bersama keluarga ke Paris, saat aku berumur 18 tahun.

Bagiku, hidup itu haurs penuh perjuangan diri sendiri dan bersama. Di kota Paris ini, banyak orang disana yang menyukai sulap. Hal itu, membuatku senang, karena banyak yang memberiku uang atas pertunjukkanku, meskipun ini sungguh melelahkan. Tiap malam, terkadang aku tidak pulang ke rumah orangtuaku, dan malahan aku pulang ke hotelku atau rumah temanku. Pada suatu malam, ketika aku sedang melakukan pertunjukkanku ,tiba-tiba gerimis, memang tadinya langitnya mendung. Penontonku, sebagian ada yang pergi, dan ada yang tidak. Akhirnya, hujan makin deras, penontonku pada pergi semua, uang-uang yang ditaruh di kotak menjadi basah, barang-barang pertunjukan juga basah, begitu juga dengan diriku. Akhirnya, pertunjukkanku selesai begitu aja, hal ini membuatku sedih.

Keesokan harinya, aku melakukan kembali pertunjukkanku di jalan raya. Akan tetapi, penontonnya kian lama kian berkurang. Seakan seperti hujan yang lama-lama berhenti. Pada hari berikutnya, pertunjukkanku dimulai, aku melihat penonton sedang berjalan seperti akan datang ke pertunjukkanku. Akan tetapi, penonton itu malah ke pertunjukkan konser musik. Kemudian, aku melihat penonton lagi, dan ia malah ke tempat itu juga. Dan semuanya pada ke tempat itu. Hal itu, membuatku heran, khawatir, sekaligus sedih, dan penasaran. Kemudian, aku meminta anak buahku untuk menjaga pertunjukkanku sementara. Dan aku langsung menuju ke pertunjukkan konser musik itu. Saat berada di depan pintu konser, tiba-tiba aku dihadang oleh dua orang penjaga yang kekar dan menyeramkan. TIba-tiba muncul juga, seorang gadis yang berwajah manis, datang menghampiri kami, dan berkata, "Maaf, dia teman saya, saya yang akan membayar tiket masuknya."

"Apa? Saya temannya? Siapa dia?" pikirku dengan wajah heran.Aku lalu menghadap ke sebelah kanan, terdapat poster foto dan nama di tembok itu, "Lenna Cyomberson". "Baiklah, nona. Maaf, tuan. Silakan," ujar salah satu penjaga keka dan menyeramkan itu. Kemudian gadis itu menarikku untuk masuk ke dalam. Dengan sekuat tenaga, aku lepaskan tarikan darinya itu, dan langsung aku berkata, "Lepaskan! Siapa kamu? Kamu bukan teman saya! Mengapa kamu menarikku?" kataku dengan sedikit marah.

"Oh, maaf. Saya Lenny Cyomberson, penyanyi konser pertunjukkan ini. Saya memang sengaja mengaku kamu adalah teman saya, sebab kemarin, juga ada seorang yang ingin ke konser saya, dan dia dihadang sama penjaga itu, karena dia tidak mempunyai uang untuk membeli tiket. Lalu dia langsung nyelonong saja, dan akhirnya dia diusir dengan cara dipukul. Jadi, saya takut terulang seperti itu lagi. Maaf, ya," kata gadis itu yang namanya Lenny.

"Oh, jadi kamu penyanyi konser ini. Bagus, ya, ramai banget disini. Dan pertunjukkan saya sepi gara-gara kamu! Ngapain kamu tarik penonton saya?! Juga ngapain kamu anggap saya penonton kamu? Juga saya tidak miskin! Dasar gadis yang kurang ajar!" bentakku membuat penonton yang akan masuk ke konser ini jadi terkejut.

"Apa? Saya menarik penonton kamu? Tidak! Saya tidak menarik penonton kamu, mereka sendiri yang datang ke sini. Lalu, ngapain kamu ke sini? Saya hanya menolongmu, bukan untuk mengejekmu," balas Lenny dengan wajah sedikit terkejut." "Lalu, mengapa tak ada sama sekalipun, penonton ada di pertunjukkan saya? Oh, jadi saya ke sini tidak boleh? Perlakuan macam apa itu? Saya datang ke sini untuk menegurmu! Lalu, mengapa berkata seperti itu, kalau bukan mengejek saya?" tanyaku dengan marah.

"Ya, itu mana saya tahu. Yang saya tahu, penonton-penonton pada datang sendiri ke konser saya, bukan karena saya paksa mereka. Lah, kan kamu yang marah terlebih dahulu. Apa salah saya? Mengapa kamu memperpojokkan saya?" jawab Lenny sedikit heran.

Karena aku melihat banyak orang mempertontonkan kami, aku langsung pergi saja dengan membawa perasaan kesal sekaligus marah. Di kejauhan, aku melihat dia seperti kebingungan. Pada malam hainya, aku pergi ke restoran kesukaanku, namanya La zette. Ketika sedang dalam perjalanan, aku bertemu dia lagi yang juga berjalan kaki. Dia melihatku dengan wajah terkejut, dan aku berpura-pura tak melihatnya. Sesampai di restoran La ztte, aku memesan makanan kesukaanku, spaghetti. Saat sedang menunggu, ku melihat dia lagi, sedang masuk dalam restoarn La zette. Aku langsung mencari majalah atau koran, lalu kututupi diriku dengan barang itu, agar keliatan seperti sedang membaca. Dan dia duduk di belakangku, dan membuatku menjadi resah.

Beberapa saat kemudian, pesananku telah tiba. Aku langsung melahap makanan itu dengan tergesa-gesa. Beberapa menit kemudian, makananku dan minumanku telah habis. Aku langsung menekan bel lagi, dan langsung memberikan uang kepada pelayan sekaligus uang tip. Keesokan harinya, aku ke supermarket, aku bertemu dia lagi, dan aku langsung menjauhinya, dan dia bingung lagi. Keesokan harinya, begitu juga. Hingga suatu hari, ketiak aku sedang membaca buku novel di taman.

Aku bertemu dia lagi, dan aku langsung menjauh. Tiba-tiba, aku mendengarnya, dia berteriak ke aku untuk berhenti, dan itu membuat orang-orang di taman terkejut, dan burung-burung pada pergi. Aku pun terkejut dan langsung berhenti. "Tolong berhenti! Mengapa kamu menjauh dari saya?! Apa salah saya?! Tolong jelaskan!" teriak Lenna dengan sedikit kesal. Teriakkannya membuatku terbisu, tak bisa bekata apa-apa. Kemudian, aku melihat dia langsung pergi dan menangis.

Melihat dia menangis dan langsungn pergi, membuatku menjadi tak tega. Pada hari berikutnya, aku pergi mencarinya. Tapi tak pernah ketemu, padahal aku ingin sekali bertemu dengannya untuk meminta maaf. Keesokan harinya, aku tak bertemu dengannya lagi. Mungkin, waktu aku bertemu dengan dia di taman, itu adalah hari terakhir ku bertemu dengannya. Sejak aku tak bertemu dengannya,pertunjukkanku makin lama makin laris kembali. Hal itu membuatku bersalah kepada Lenna. Hingga suatu hari, ketika aku sedang bekerja, banyak penonton yang melihat pertunjukkanku. Akan tetapi, ketika sudah selesai, orang-orang pada pergi, dan hanya ada satu orang yang menetap disitu. Dan aku memberitahukan bahwa pertunjukkan telah selesai.

"Tolong tampilkan sekali lagi, dengan penampilan yang berbeda," balas gadis itu yang ditutupi dengan jaket. Sehingga, aku tak dapat melihatnya karena ketutupan. Tapi, tampaknya aku mengenal suaranya gadis itu. Karena dia meringis memohon kepadaku, akhirnya aku pasrah dan akan melakukannya kembali. Hari itu sudah malam, dan membuatku menjadi lelah karena diulang kembali. Setelah pertunjukkannya selesai, dia meminta dan memohon pertunjukkannya diulang kembali. Hal itu membuatku terkejut, dan akhirnya aku melakukan lagi. Hingga sekitar jam 2 pagi, aku meminta dia untuk membayar semua pertunjukkan yang tadi dia minta. Akan tetapi, dia mencoba untuk kabur, dan saya langsung memegang tangan kanannya dan langsung membuka tutupan kepala jaketnya.

Aku langsung terkejut, ternyata orang itu adalah lenna. Dia langsung mencoba untuk kabur, tak bisa, karena aku memegang tangan kanannya ntuk menahannya. "Lepaskan!!" bentak dia dengan berusaha untuk kabur, "Tidak, saya tidak mau! Saya ingin kamu tetap disini!" balasku dengan sedikit kesal.

"Lepaskan!! Dasar orang gila!!" teriaknya sambil menamparku dengan telapak tangan kirinya. Hal itu membuatku terkejut, dan langsung melepaskan tangannya. Aku tiba-tiba teringat, ketika aku datang ke konsernya dan memarahinya, dan aku ingat aku menjauhinya. "Lenna, dia tidak bersalah, mengapa aku membencinya dan menjauhinya? Kasihan dia, tidak bersalah apa-apa, aku langsung membencinya dan menjauhinya. Aku harus minta maaf sama dia, harus!" ucapku dalam hati.

Kemudian, belum lama dia pergi jauh, aku langsung mengejarnya dengan perasaan menyesal. Hingga, akhirnya aku melihat dia menangis tersedu-sedu di sebuah taman. Aku langsung mendekatinya dengan pelan-pelan, dan hingga aku sampai berada di depannya. melihat dia menangis tersedu-sedu, aku merasa tak tega, untuk memarahinya, membencinya, dan meninggalkannya. Seolah hatiku langsung bergejolak, melihatnya menangis tersedu-sedu karena aku. "Saya minta maaf, telah membuatmu gelisah dan menangis. Tolong jangan menangis, ya. Tapi, kenapa kamu mempermainkan saya, tadi?" tanyaku sambil jongkok, dan memandangnya.

"Baiklah, saya maafkan. Iya, saya tidak akan menangis lagi, karena mendengar kamu meminta maaf pada saya. Hmm, saya tidak mempermainkan kamu, tetapi, saya ingin melihat pertunjukkanmu, dan saya akan membayar," kata Lenna samil menghapuskan air matanya. "Terima kasih, benarkah, kamu ingin membayar? Jika iya, aku tunggu kamu besok, di taman yang dahulu kita bertemu, untuk membayar pertunjukkan tadi yang kamu minta," kata aku.

"Ok," ucap sepatah kata Lenna.

Keesokan pagi, aku sudah berada di taman sambil duduk, mendengarkan lagu, dan menikmati suasana di pagi hari. Di kejauhan, aku melihat Lenna sedang mencariku sambil mendengarkan musik. "Aduh, aku lupa. Mengapa aku tidak kasih tahu tempat duduk yang telah dijanjikan di taman ini. Ah, aku sungguh bodoh," pikirku dengan wajah dan perasaan bersalah.

"Lenna!!" teriakku. Aku melihat Lenna tampak bodoh, mencari suara panggilan itu. Beberapa saat kemudian, akhirnya kita bertemu. "Silakan duduk, mohon maaf atas tadi, saya tidak memberitahukan kamu," ucapku. "Oh, iya. Maaf, aku lupa melepaskan headsetku," sambungku dengan sedikit tersipu-sipu, dan sambil melepaskan headsetku, dan mematikan lagu.

"Oh, tak apa. Haha... Oh ya, ini uangnya," katanya sambil tertawa kecil. Kemudian, aku menghitung uang yang diberikan oleh Lenna. "Pask, ok. Sekarang mau apa?" tanyaku sambil memasukan uang ke dalam dompetku. "Baiklah, sekarang saya mau latihan vokal. Terima kasih atas semuanya. Sampai jumpa," ujar dia sambil berjalan.

Ketika dia sudah berada di tengah jalan, aku langsung ingat, akan meminta nomor teleponnya. Saat aku teriak memanggilnya, dia langsung menengokku dan langsung tersenyum. Tak disangka, sebuah mobil tiba-tiba menabraknya dengan kencang. Hal itu, membuatku dan orang-orang di sekitar terkejut. Aku segera berlari menuju Lenna. Sesampai di sana, aku melihat darah-darah di Lenna. Aku langsung mengangkat Lenna ke rumah sakit yang tak jauh dari sini dengan jalan kaki. Hingga sampai di rumah sakit, Lenna dibawa oleh suster dan dokter ke UGD. Tiba-tiba, pandangan mataku buram, dan kepalaku pusing, dan aku sulit bernapas, dan akhirnya aku pingsan.

Beberapa saat kemudian, mataku terbuka pelan-pelan, kepalaku masih pusing, tapi aku masih bisa berpikir. "Oh iya, aku lupa. Aku kan mempunyai penyakit jantung. Mengapa aku kecapaian? Tapi, tak apa, Lenna sangat membutuhkan perawatan medis. Semoga, dia cepat sadar, dan tidak mati," ucap dalam hatiku.

Lalu, aku langsung membangunkan badanku, dan aku berusaha untuk menjenguk Lenna. Dengan sekuat tenaga, kukerahkan tenaga demi untuk melihat keadaan Lenna. Saat aku di luar kamarku tadi, aku melihat seorang dokter sedang berjalan. Ketika ingin memanggil, tiba-tiba aku mendapatkan ide, yaitu mengikutinya. Ternyata dugaanku benar, dokter itu menuju ke ruang UGD. Dan aku menghampiri ruang UGD, aku melihat Lenna sedang terbaring lemah. Melihat itu, aku merasa menyesal karena telah memanggilnya.

Beberapa hari kemudian, aku masih berada di rumah sakit, akan tetapi sebentar lagi aku keluar dari rumah sakit. Aku masih terus memikirkan Lenna. Hingga suatu hari, aku menghampiri kamar Lenna. Aku langsung mendekatinya, dan memohon kepada Tuhan untuk membangunkkan Lenna dari koma. Matanya bergerak, seakan ingin bangun. Jari tangannya bergerak pelan-pelan.

Satu jam kemudian, aku tertidur di kamar Lenna. Tiba-tiba, ada yang membangunkanku. Aku pun langsung terbangun, dan terkejut melihat Lenna sudah siuman. Dan aku langsung meminta maaf, karena aku, dia tertabrak oleh mobil. Tapi, sepertinya dia tak dapat mengerti apa yang kukatakan.

Wajahnya membuatku cemas, dan aku langsung memanggil dokter. Akhirnya dokter dan beberapa suster datang, aku langsung menanyakan apa yang terjadi pada Lenna. Dokter lalu meminta suster untuk memeriksa Lenna, sedangkan dokter sendiri memberitahukanku. "Apa yang terjadi pada dirinya, Lenna?" tanyaku dengan cemas. "Pasien yang benama Lenna, mengalami gangguan pada telinganya, gendang telinganya pecah. Sehingga, dai tidak dapat mendengar lagi," jawab dokter.

"Apa?? Dia tidak bisa mendengar lagi?! Pasti dokter keliru, deh. Tidak mungkin, dia kan, dok?!" tanyaku kembali dengan wajah tak percaya dan kaget. Lalu dokter memeriksa data kembali, dan berkata, "Benar, pasien itu bernama Lenna Margareta, kan?"

"Salah, dok! Pasien ini teman saya, namanya, Lenna Cyomberson. Wah, dokter benar-benar keliru," jawabku dengan kaget. "Oh, maaf, kami sungguh minta maaf atas kesalahan kami. Sebentar, saya akan mencari data pasien yang teman anda, yang bernama Lenna Cyomberson," ucapnya dengan wajah bersalah. "Pasien yang bernama Lenna Cyomberson, sebelah mata kirinya buta, gangguan pendengaran pada telinga kirinya dan dia hampir tuli, selain itu tulang pada tangan kirinya terlepas, sehingga dia belum boleh pulang, dan harus dirawat disini, diperkirakan 1 tahun, atau mungkin lebih," lanjutnya.

Beberapa saat kemudian, setelah berbincang dengan dokter, aku langsung menuju ke bank, aku langsung mengambil seluruh uang tabunganku, yang tadinya untuk masa depanku, sekarang hanya untuk dia, Lenna. Sesampai di rumah sakit, aku langsung membayar seluruh biaya penginapan dan peawatan kepada administrasi.

Selesai membayar, aku langsung menjenguk Lenna, dan kulihat dari jendela yang ada di pintu kamar Lenna, dia bersama seseorang laki-laki yang tak kukenal. Kubukakan pintu pelan-pelan, dan ku merasa laki-laki itu menyukai Lenna. Dan tak tahu mengapa, aku merasakan seperti tersaingi. Ketika pintu terbuka lebar, orang itu melihatku dengan terkejut. Lalu dia mendekatiku dan berkata, "Halo, salam kenal, saya James. Teman dekatnya sekaligus managernya, Lenna. Kalau, anda siapanya Lenna?"

"Oh, saya Brandon, juga temannya Lenna. Salam kenal," balasku dengan senyuman sedikit. "Kalau saya p[erhatikan, kamu pesulap yang ada di pertunjukkan "Last Happines", kan?" tanyanya dengan wajah bingung. "Iya, bagaimana kamu bisa mengetahui itu? Padahal, kan, sekarang ini saya tidak memakai kostum pesulap," ucapku terkejut. "Saya melihat kamu dari siaran tv, atau dari menonton pertunjukkanmu dijalan. Dan saya ingat, kamu datang ke konser Lenna, dan marah-marahi dia. Sekarang, ngapain kmau datang ke sini?!" bentaknya yang langsung membuatku kaget.

"Saya datang ke sini, hanya untuk membantu dan menjenguknya. Apa urusannya denganmu?!" balasku dengan geram. "Kamar Lenna ini, tidak terbuka untuk kamu! Juga, Lenna tidak membutuhkanmu! Silakan pergi sebelum saya panggil satpam!!" teriaknya dengan wajah emosi.

"Haha, tidak terbuka? Memangnya rumah sakit ini milik kamu? Seenaknya saja mengusir saya. Saya datang ke sini, hanya untuk Lenna. Dan Lenna nya saja menerima saya, mengapa kamu yang tidak terima? Suka-suka saya, mau datang ke sini atau tidak. Rumah sakit ini untuk umum, bukan untuk pribadi saja!" balasku dengan kesal dan marah. Sesudah aku mengatakan itu, tiba-tiba dia mengulurkan tangannya, dan langsung menonjokku dengan keras. Karena aku diperlakukan seperti itu, aku langsung membalasnya menonjok dia. Hingga beberapa saat kemudian, dokter-dokter, suster-suster, serta satpam, merelaikan perkelahian kami. Selesai perelaian, salah satu dokter, menanyakan apa yang terjadi, dan menyarankan agar tidak berkelahi lagi.

Keesokan harinya,aku datang kembali, dan di hari itu, orang yang bernama James, sepertinya tidak datang. Aku menemani Lenna dari pagi, sampai malam. Dan sepertinya, Lenna ingin mengatakan sesuatu, lalu kugapaikan tanganku ke meja, untuk mengambil sebuah kertas dan pulpen. Dan kuserahkan ke dia, dan dia mulai menulis dengan tangan kanannya. Hal itu, membuatku terharu dan meneteskan air mataku. Selesai menulis, dia menyerahkan kertas itu kepadaku dengan tangan kanannya.

Kemudian, kulihat kertas itu yang berisi, "Terima kasih banyak. Tetapi, mengapa kamu mau menolong saya? Saya ini kan penyanyi yang bodoh, dan cacat pula, mengapa kamu menolongku?". Lalu kubalas dengan menulis kembali, "Karena..... kamu telah menyadarkanku, dan semua ini salahku. Gara-gara saya, kamu menjadi seperti ini. Saya betul-betul minta maaf, dan beterima kasih banyak, kamu telah menyadarkanku. Dan aku, ingin memberikan sesuatu yang sangat indah kepadamu, kuharap kamu mau menerimanya. Coba kamu berbicara, saya ingin mendengarkan suaramu."

"Terima kasih, apa itu?" tanyanya dengan nada pelan. "Itu rahasia, nanti kamu akan tahu sepertu apa itu. Kamu cepat sembuh, ya," kataku dengan tersenyum. Keesokan paginya, seperti biasa aku datang jam 9 pagi. Sambil membawa hadiah untuk dia, Lenna. Karena di hari ini, dia ber-ulang tahun yang ke-20 tahun. Sesampai, di ruang kamar Lenna, aku melhiat dia masih tertidur. Karean, tak ingin diketahui oleh dia, aku sengaja membuka pintnu pelan-pelan.

Dan langsung, kusiapkan hadiahnya, dan kue ulang tahun. Selesai persiapan, aku langsung membangunkannya, dan kulihat dia tampak terkejut. Karena di ruang kamarnya, begitu banyak bintang-bintang gemerlap-gemerlip, serta terdapat bintang-bintang di langit-langit. Juga, aku meminta dia untuk melihat pertunjukkan.

Sebuah kertas berubah, menjadi cinta, cinta berubah menjadi bintang, dan bintang berubah menjadi bola salju. Setelah salju turun secara pelan-pelan, aku langsung mengambil kertas, dan mengubah kertas itu, menjadi tulisan, "Happy Birthday", lalu "Lenna", dan menjadi, "and I Love You". Tulisan itu dari salju, dan semua salju yang kuubah menjadi turun. Kupegang kue ulang tahun erat-erat, dan dia meniup lilinnya.

Lalu aku memintanya untuk memohon permohon dengan cara berdoa. Setelah selesai berdoa, kutanya dia apa permohonannya. Dan dia memohon, agar dia cepat sembuh, dan dapat menyanyikan sebuah lagu kembali untuk orang-orang. "Terima kasih, kau telah membuatku bahagia, dan air mataku menjadi berlinang karena terharu. Baru kali ini, aku diberikan hadiah yang sangat spesial. Dan aku ingin bertanya sesuatu, mengapa ada tulisan "I Love You" tadi?" tanya dia dengan tersenyum, dan suara pelan-pelan. Lalu kujawab dengan tersenyum, "Iya, ada tulisan itu. Karena.....Saya cinta kamu. Mohon maaf, atas semua yang kuberikan kepadamu. Saya sungguh mencintaimu sepenuh hatiku."

Mendengar itu, tampaknya dia terkejut. Dan aku memegang tangan kanannya, aku lalu memohon kepadanya. Kulihat dia hanya tersenyum, tak bisa berkata apa-apa. Kemudian, dia berkata dengan pelan, "Benarkah? Jika iya, saya akan mengatakan padamu, bahwa..... saya cinta kamu juga. Memang terkadang kamu menyebalkan, tetapi terkadang menyenangkan, dan kamu telah membuatku bahagia."

"Jadi, kamu mau jadi pacarku?" tanyaku agak ragu. "Iya, aku bersedia," jawabnya dengan suara pelan. mendengar jawabannya, aku ingin sekali memeluknya, tapi tak bisa, karena dia sedang sakit, nanti tambah parah, jika aku memeluknya. Beberapa hari kemudian, suatu keajaiban datang ke Lenna. Dia sudah bisa berjalan dengan kaki kanan dan kiri, meskipun hanya beberapa langkah saja. Satu minggu kemudian, pendengaran telinga kirinya agak membaik, dan tangan kirinya sudah bisa digoyangkan, meskipun masih belum terlalu sembuh.

Kian lama hari terus berjalan, tak kusangka sudah 5 bulan, Lenna dirawat, dan aku sudah berpacaran dengannya. Meskipun dia sakit, ku kan terus menjaganya sekuat tenagaku. Karena ku cinta dia sepenuh hatiku. Dan belum sampai 1 tahun, dia sudah diperbolehkan pulang dari pihak rumah sakitnya. Selama dia masih sakit, aku terus mencari uang untuknya. Malam harinya, aku mengajaknya ke menara Eiffel, karena ada hadiah untuknya. Sesampai disitu, aku memintanya untuk tutup mata, dan boleh dibuka setelah kupersilahkan.

Kemudian, kuminta dia untuk membuka matanya. Lalu begitu banyak balon-balon bentuk hati berterbangan. Dan aku berteriak, "I Love You, Lenna!", sekeras mungkin. Membuat orang-orang disekitar itu terkejut,dan aku melihat Lenna tersenyum bahagia dan terharu. Dengan kekuatan cinta dari hati, kupertaruhkan nyawaku hanya untuknya. Karena ku sangat mencintainya.

The End

Note : Mohon maaf, apabila ada kata-kata salah, atau kurang berkenan bagi para pembaca. Semoga cerita ini dapat menghibur para pembaca. Sekali lagi mohon maaf.

Comments:

Posting Komentar